Kemunculan Covid-19 berhasil merubah pola hidup masyarakat dunia. Memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan sudah menjadi kewajiban bagi setiap orang. Tak terkecuali di Indonesia.
Bukan hanya menegangkan, kemunculan corona juga kerap menghadirkan lelucon yang membuat mulut tidak berhenti tertawa. Salah satu contohnya adalah obat telur rebus untuk menghilangkan penyakit viral tersebut. Konon, resep ini ditemukan oleh seorang bayi yang baru lahir dan langsung mengatakan bahwa obat corona ialah memakan telur rebus sebelum pukul 12 malam.
Ambyaar! Kampung halamanku gaduh dibuatnya. Warung ina-ina yang pemiliknya sudah terlelap sejak jam delapan malam harus bangun kembali karena dikejutkan suara pembeli yang teriak-teriak beli telur.
Emak-emak yang baru kenal facebook segera pasang status. Menelepon kerabat jauh dan membangunkan tetangga yang masih enak-enaknya terbuai mimpi. Tidak tanggung-tanggung, harga telur melonjak dari Rp. 2.000/biji menjadi Rp. 10.000/biji. Alhasil, pedagang telur kaya dalam waktu satu malam.
Tidak sampai 24 jam, para intel medsos menemukan fakta baru bahwa obat tersebut hoax. Tidak ada anak yang baru lahir lalu berbicara tentang makan telur rebus sebelum jam 12 malam agar corona lenyap. Yang ada hanya video seorang bayi yang mulutnya diedit menjadi mulut orang dewasa lalu bercuap-cuap tidak jelas. Paginya, emak-emak dan mancuana yang semalam heboh malah tertawa mengingat kejenakaan mereka.
Kini di awal tahun 2021, masyarakat Indonesia kembali dihebohkan dengan tibanya vaksin Covid-19 di tanah air. Vaksin tersebut merupakan produksi China dengan nama Sinovac. Saat beritanya berseliweran di televisi dan media sosial, masyarakat mulai gempar. Ada yang mempertanyakan kualitas, efek samping, harga, hingga ada yang langsung menyatakan diri tidak ingin divaksin.
Dari sini, iseng-iseng saya mengirim broadcast ke teman-teman dan grup whatsapp dengan pertanyaan mudah, yaitu "Apakah kalian siap divaksin?" Dari sekian banyak yang saya kirimi pertanyaan, hanya 22 orang saja yang siap menjawab. Di antara 22 orang tersebut, hanya 6 orang yang menyatakan siap divaksin sementara 16 orang lainnya menolak dengan berbagai alasan dan pertimbangan.
Enam orang yang menyatakan siap divaksin mengatakan bahwa vaksin Covid-19 merupakan salah satu cara untuk mencegah penularan virus corona yang paling efektif karena sudah melalui tahap uji coba oleh para ahli medis. Selain itu, mereka menuturkan bahwa vaksin juga berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh untuk merespon suatu penyakit, dengan syarat vaksin dilakukan sesuai prosedur dan orang yang akan divaksin dalam kondisi sehat atau tidak memiliki riwayat penyakit lain. Responden lain juga mengatakan bahwa ia tidak peduli dengan isu-isu yang tersebar tentang bahaya vaksin yang konon menyebabkan kelumpuhan. Karena vaksin yang diedarkan sudah melalui tahap uji coba yang cukup panjang sementara isu yang tersebar belum dipastikan kebenarannya.
Sementara 16 orang lainnya yang menolak untuk divaksin menuturkan beberapa alasan dan pertimbangan. Seperti takut terhadap produk vaksin tersebut juga meragukan keberhasilannya. Mereka mengatakan bahwa vaksin Sinovac belum tentu bisa menyembuhkan karena masih dalam tahap uji coba sehingga belum dipastikan mampu menangkal virus Covid-19.
Mereka juga mengatakan bahwa mereka tidak siap dengan efek samping dari vaksin. Seperti nyeri pada bagian tubuh yang disuntik, nyeri otot dan sendi, mengigil, sakit kepala dan demam. Mereka menganggap efek sampingnya terlalu berbahaya apalagi untuk orang yang daya tahan tubuhnya lemah. Perbedaan kekebalan tubuh setiap orang juga salah satu alasan yang mereka ungkapkan.
Tiga orang lainnya yang menolak untuk divaksin mengatakan bahwa selama pendemi kondisi tubuhnya baik-baik saja dan tidak pernah terjangkit virus tersebut padahal sering melakukan rutinitas di luar rumah. Mereka merasa tubuhnya tidak pernah memperlihatkan gejala Covid-19 sehingga merasa tidak perlu untuk divaksin. Selain itu mereka khawatir jika setelah divaksin kondisi tubuhnya akan memburuk.
Yang lain juga berkomentar bahwa harusnya pemerintah melakukan sosialisasi sebelum memberi vaksin. Apalagi kepada para mancuana yang baru kenal Facebook. Saya sangat setuju dengan hal ini, apalagi banyak hoax bersebaran. Biasanya emak-emak langsung heboh di grup keluarga.
Mengeni vaksin sinovac ini, tidak sedikit ada juga mengaitkan dengan isu politik, takut dijadikan kelinci percobaan hingga tidak percaya pada corona sejak awal kemunculannya.
Saya tertarik pada jawaban teman saya, katanya dia mau divaksin kalau orang terdekatnya seperti nakes atau pejabat daerah sudah divaksin lebih dulu dan baik-baik saja. Kali ini, saya sepakat.
Vaksin corona kali ini memang menuai pro kontra. Berbeda dengan obat telur rebus yang sebelumnya langsung ditelan bulat-bulat oleh masyarakat. Khususnya di daerah saya Baubu dan sekitarnya. Mungkin, telur rebus yang dimakan sebelum jam 12 malam dinilai memiliki kekuatan magic atau sifat lain yang tidak bisa dibuktikan secara sains.
Sekarang, sambil menikmati aroma balsem, saya terus berpikir. Kira-kita vaksin apa yang bisa mengalahkan kehebohan telur rebus tengah malam?
Penulis: Ryn.
Sumber gambar: Jernih.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar