Bagi mereka yang hobi mendaki gunung istilah ini juga sudah tidak asing di telinga. Karena pada track yang dilalui para pendaki, pasti memiliki tempat-tempat pemberhentian yang disebut dengan istilah tersebut.
Uniknya, istilah ini di kota Baubau dijadikan sebagai nama kawasan atau lingkungan pemukiman penduduk. Kawasan ini berada di sekitaran Jalan Erlangga. Kira-kira setengah dari panjang jalan Erlangga ini adalah kawasan Pos 1, Pos 2, dan Pos 3. Dimulai dari awal masuk jalan Erlangga sampai dengan simpang empat SD Negeri 1 Bone-Bone. Panjangnya sekitar kurang lebih 1,5 km. Jalan ini juga sekarang sudah menjadi salah satu kawasan tersibuk di kota Baubau. Apalagi semenjak ada lampu merah di simpang empat tugu kirab. Para pengendara yang dari arah kota atau sebaliknya lebih memilih jalur ini untuk menghindari lampu merah tadi.
Dari tiga kawasan tersebut, saya kira Pos 2 yang berada di antara Pos 1 dan Pos 3 (Iya laaahh, tidak mungkin di antara Pos 4 dan Pos 6) adalah yang cukup terkenal untuk saat ini. Karena adanya pasar ikan bakar yang mulai beroperasi sejak sore hingga malam hari. Walaupun sebenarnya Pos 3 juga cukup terkenal dengan penjual kambingnya. Lalu Pos 1 dengan La Ode Boha dan Pekuburan Lingge-Lingge. Jadi, sebenarnya mana yang paling terkenal? Menurut kamorang mana yang paling terkenal? Ah sudah mi. Pusing pikirnya.
Daripada pusing mikirin mana yang paling terkenal di antara tiga kawasan tersebut, lebih baik kita bahas kenapa sampai daerah tersebut dinamakan Pos 1, Pos 2, dan Pos 3? Kenapa tidak ada Pos 4, Pos 5, dan seterusnya. Kenapa juga harus di jalan Erlangga? Bukan di jalan Betoambari yang menuju selatan, atau di jalan Anoa bagian utara sana. Tambah pusing too? Hehehe.
Untuk penghuni sepuh yang mendiami tiga kawasan ini, saya yakin mereka sudah mengetahui tentang awal mula penamaan daerah tersebut. Atau mungkin ada yang sudah lupa mi? Yang jelas, bagi para pendatang dan kaum milenial yang mungkin seumuran dengan patung kepala naga di Pantai Kamali, bisa dipastikan tidak mengetahui sejarah dari penamaan 3 kawasan yang cukup terkenal di negeri khalifatul khamis ini.
Berdasarkan penelusuran curnalis (bukan jurnalis) Baubaupedia, penamaan Pos 1, Pos 2, dan Pos 3, bukanlah hasil pemberian dari seorang tokoh masyarakat. Apalagi pejabat, kepala daerah, lebe, atau pun ina-ina di kota Baubau. Penamaan kawasan-kawasan ini dengan istilah-istilah tersebut ternyata terjadi secara tidak sengaja.
Menurut salah seorang mantan kepala pemuda 80-an lingkungan Kabumbu di kelurahan Wameo, yang tidak ingin disebutkan namanya, peristiwa penamaan itu bermula ketika dibangunnya pos-pos kamling di hampir setiap kawasan Kota Baubau pada tahun 80-an.
Beliau lupa tahun persisnya, yang diingat pada waktu itu adalah kejadian gerhana matahari. Kata beliau, ketika kejadian gerhana yang menghebohkan seantero kota pada saat itu Pos-pos itu sudah ada. Pos 1 berada di kelurahan Lanto, Pos 2 di kelurahan Wameo, sedangkan Pos 3 di kelurahan Tarafu. Semua pos-pos tersebut berada di sepanjang pinggiran jalan Erlangga, dulunya masih disebut sebagai jalan Manuru. Bentuk pos-pos tersebut juga sebenarnya lebih mirip gode-gode yang diberi atap. Tidak seperti pos-pos polisi atau satpam sekarang ini.
Pada saat itu, mendirikan pos di lingkungan masing-masing, seolah sudah menjadi trend di kalangan masyarakat Baubau. Selain menjadi tempat ronda atau penjagaan, pos-pos ini juga acap kali dijadikan sebagai tempat berkumpulnya masyarakat, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Tapi yang paling aktif adalah anak-anak muda usia produktif.
Mendengar kata beliau barusan, saya sadar ternyata di zaman dulu, untuk bahagia itu sederhana. Cukup dengan membangun pos atau gode-gode saja. Kalau di zaman sekarang, baru pegang palu dengan gergaji saja, pasti sudah dinyinyir sama ibu-ibu kompleks. Katanya mau bikin tempat untuk minum konau. haddeeehh.
Lanjut kata beliau, pemuda-pemudi yang berada di sekitar kawasan-kawasan tersebut di zaman itu masih saling bergaul. Apalagi kalau ada acara joget. Beeehh, full deck. Semua orang dari segala penjuru di Kota Baubau ini ada. Untuk di Pos 2 saja, ada sekitar 70 orang lebih pemuda dan pemudi. Bagaimana kalau ditambah dengan dari daerah lain. Ko hitung mi!
Orang-orang yang mau berkunjung ke daerah sini itu yang ditandai hanya tiga pos itu. Karena kebetulan pos-pos itu adanya di pinggir jalan dengan jalur yang lurus. Kemudian, jaraknya juga tidak terlalu berjauhan. Makanya mereka sebut saja Pos 1, Pos 2, dan Pos 3. Lebih mudah diingat juga kalau pakai nama-nama itu. Ehh ternyata nama itu dipakai sampai sekarang.
Setelah mendengar cerita beliau, saya jadi tahu bahwa ternyata penamaan Pos 1, Pos 2, dan Pos 3 ini bermula dari anak-anak gaoel di tahun 80-an. The power of anak gaoel kalau bikin istilah memang sudah tidak bisa dibantah lagi. Memang mereka ahlinya. Bahkan sampai sekarang. Istilah-istilah seperti kepo, santuy, mantul, bucin, anjay, dan masih banyak lagi, kira-kira datangnya dari mana lagi kalau bukan dari mereka. Apalagi di tambah dengan istilah-istilah kidz jaman now dan netizen yang turut meramaikan. Lengkap mi sudah.
Jadi, hati-hati juga kalau ada salah satu temanmu yang anak gaoel sudah kasih nama kamu dengan nama lain yang aneh-aneh. Jangan kaget kalau nama itu jadi nama panggilan sampai ko tua. Betul to?
Penulis : Ade Nyong
The power of anak muda dongs 😁😅🤣
BalasHapusSy msh ingat, saat itu sekitar thn 87-88 sempat duduk² di gode² pos 2. Kemudian turun ke wameo lewat penurunan rau tp saat itu cuma bisa dilewati dgn berjalan kaki karena belum di aspal
BalasHapusLumayan, dr baru lahir smpai usia 14 tinggalx d pos 2.... hehehe
BalasHapusSebagai warga pos 2, sangat senang dgn tulisan ini.
BalasHapusSesimple itu penamaannya. Saya kira dulu pos 1 sampai 3 itu jaraknya jauh dan tanjakan
BalasHapus