20 Permainan Tradisional Buton, yang Bikin Bahagia dan Kurangi Depresi (Bagian Pertama)


Dari media daring, saya menemukan sejumlah fakta bahwa dunia tengah diperhadapkan dengan gelombang depresi yang cukup meresahkan. Dan ternyata depresi ini juga terjadi pada usia remaja.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pelitzer, K & Pengpid. S (2018) mengungkap banyak hal tentang depresi. Bahwa ternyata tingkat depresi tertinggi ditemukan pada rentang usia remaja atau dewasa muda, dan cenderung menurun seiring dengan pertambahan usia. Di sisi lain, sebanyak 21,8 % dari responden penelitiannya yang berusia 15 tahun ke atas melaporkan gejala depresi sedang atau berat. 


Fakta lainnya, ternyata mereka yang tidak mengeyam pendidikan atau berpendidikan tinggi justru memiliki prevalensi gejala depresi sedang atau berat yang lebih rendah dibandingkan dengan yang berpendidikan. Kok yang berpendidikan mudah depresi yah? Begitupun dengan pelajar di Indonesia selama pembelajaran daring oleh sebab pandemi Covid-19. 


Survei KPAI menyatakan bahwa 73,2 % siswa terbebani tugas, dan 77,8 % siswa juga merasa kelelahan mengerjakan tumpukan tugas yang dituntut gurunya. 

 

Rupa-rupanya, belajar dari rumah tidak membuat proses belajar menjadi lebih mudah. Padahal jika hari sekolah, yang paling diingat oleh siswa adalah jam berapa pulang, kan? Belajar di rumah ternyata lebih rumit. Kata hasil survey lainnya sih, para siswa selain tertekan dengan gurunya, juga tertekan dengan orang tuanya sendiri. Hadeeh...Saya jadi berpikir apa salah Rangga, Cintaaa? Ehh…!


Tapi ini soal potensi depresi kepada anak-anak dan remaja di Indonesia. Depresi yang berlebihan di saat masa pertumbuhan kan sungguh mengkhawatirkan yaa, Bund? Padahal mereka belum saja mengenal cinta yang mungkin depresinya lebih besar. Saya jadi teringat sama depresi anak remaja yang sezaman dengan saya. Kalau bukan karena disuruh tidur siang yaaa…dilarang bermain lagi setelah mandi sore. Andaikan sudah begitu, kita bisa sampai membawanya ke alam mimpi, lalu mengingau sambil teriak-teriak tidak jelas.


Mungkin anak remaja dahulu, punya kebahagiaan dengan cara bermainnya yang saya mau bagi di sini. Mari saya perkenalkan dua puluh permainan tradisional (akan saya bagi jadi dua tulisan yaa) yang bikin hati riang dan kurangi depresi. Tentu yang sezaman dengan saya masa anak-anaknya akan mudah mengingat ragam permainan ini. Buat kalian yang sedikit belum sezaman dengan saya, bisa menyerapnya sebagai inspirasi. Jika memang ini menginspirasi sih.


1. Enggo


Permaianan ini dilakukan berkelompok mirip-mirip seperti permainan castel clash. Kita harus menjaga wilayah teritori yang biasanya berupa tiang listrik, tiang rumah, tiang bendera atau kadang juga tiang pagar orang. Sambil menjaga, kita juga harus bisa menangkap anggota kelompok lawan. Aksi kejar-kejaran sudah pasti, kadang juga ada kelompok yang harus pulang makan dan tidur sejenak, lalu melanjutkan permainan. Durasi permainan ini bisa sampai satu minggu, tergantung kelompok siapa yang menyerah duluan.


2. Boy Kaleng


Kalau permainan ini lebih memacu kecepatan sih. Metodenya ada pemain yang berjaga saling berhadapan dengan bola terbuat dari kertas yang dibulatkan lalu diikat dengan karet. Pada rentang jarak beberapa meter di tengah, dipasangi beberapa kaleng bekas susu yang akan di susun oleh pemain lawan. Pemain yang berjaga akan melemparkan bola tadi pada tubuh pemain lawan. Jika pemain lawan berhasil menyusun kaleng tanpa terkena bola, maka kelompoknya akan mendapatkan poin. Begitu seterusnya sampai capek, atau semua pemain lawan terkena bola. Lalu bergantilah posisi.


3. Terpal


Permainan ini sama seperti petak umpet, hanya saja namanya kami sebut terpal. Kami biasanya menggunakan tembok sebagai titik jaga, kadang juga pakai bola. Uniknya permainan ini, kita bisa pulang makan, mandi, nonton, lalu datang kembali ke arena. Tapi yang jadi kasihan adalah orang yang jaga. Bisa sampai menangis karena tidak ketemu-ketemu sama peserta yang lainnya.


4. Pocis


Istilah nasionalnya, permainan ini adalah gundu atau kelereng. Hanya saja pocis ini medianya sama yakni kelereng, tapi bentuk permainannya bisa sangat beragam tergantung jumlah pesertanya. Nah, yang menarik dari pocis ini adalah kalau kamu tidak jampi (jitu dalam menembak kelereng) maka kamu perlu pintar-pintar buat istilah baru misal lilis, song, jumping, atau angkat pen (soal arti istilah ini nanti pada tulisan selanjutnya yaa), dengan istilah itu kamu bisa mengelabui lawan.  


5. Ulu-Ulu


Kalau ini permainan yang sampai sekarang saya belum tahu faedahnya apa. Karena taruhannya ya…karet gelang. Jadi, cara mainnya kita membuang karet gelang pada lahan yang sudah disepakati. Dan pada jarak tertentu, kita hanya perlu melemparkan karet gelang kita pada karet gelang lawan. Kalau berhasil mengenai atau karet gelang kita tepat di atas punya lawan, maka otomatis karet itu jadi milik kita. Tuh…kan, faedahnya di mana? Paling tidak karet gelang di tangan kita jadi lebih banyak.


6. Kakalapido


Untuk permaianan ini perlu kemampuan dan kelincahan yang cukup. Kakalapido ini permaianan yang penuh dengan teknik. Alatnya adalah dua buah kayu: yang satu panjang sesiku dan satu panjang sejengkal. Lalu buat lubang di tanah, sebagai tempat kayu yang sejengkal akan dipukul dengan beberapa model, dan akan di tangkap oleh pemain lawan. Jika berhasil memukul kayu sejengkal tadi dengan beberapa model, maka kelompok itu akan menjadi pemenang dan yang kalah akan menggendong semua pemain yang menang. Asik yah menang sekaligus digendong?


7. Tarus


Soal kearifan lokal, permainan satu ini barangkali paling dekat. Alat yang digunakan adalah biji jambu mete. Cara mainnya, setiap yang ikut permainan ini akan memasang “tada” beberapa biji jambu mete di lingkaran yang disiapkan. Lalu pada jarak tertentu setiap pemain akan diberi kesempatan untuk menembak “tada” tadi. Setiap tada yang keluar garis akan jadi milik pemain yang berhasil menembak. Begitu seterusnya sampai “tada” habis. Mereka yang jago menembak tentu akan menang. Tapi entah kalau soal “menembak” si dia yaa…


8. Wayang


Nah kalau permainan wayang ini lebih populer pada semua kalangan. Wayang ini adalah kumpulan gambar pada kertas dengan ukuran 4x6 sentimeter. Pada satu papan wayang, akan terdiri dari 36 wayang. Saya ingat betul jumlah ini karena memang pada tiap wayang ada nomornya: 1 sampai 36. Mainnya bisa beragam, ada paka-paka, buang-buang (papatende), tambah-tambah, potong dua atau potong tiga.


9. Ase’


Barangkali permainan tradisional yang satu ini bisa menjadi cabang olahraga lainnya. Biasa juga disebut benteng sodor atau gobak sodor. Cara mainnya, ada arena yang dibuat lalu ada pemain yang jaga dan yang main. Setiap yang jaga akan berjaga agar tidak dilewati oleh lawan. Karena jika lawannya berhasil lewat sampai pada penjaga terakhir, maka mereka akan kalah. 


10. Ayam-Ayam


Permainan ini sebenarnya permainan yang paling mudah membuang waktu kita. Permainannya menggunakan paku, karet, dan bunga sayur bayam (baca: ayam-ayam). Jadi mekanismenya, dua buah paku ditancapkan pada tanah lalu dipasangkan karet gelang. Terus bunga sayur bayam diletakkan di atas karet. Setiap pemain berada di setiap sisi paku lalu menggosokkan batu ke kepala paku. Nanti ayam-ayam itu akan bergerak dan saling bertabrakan. Siapa yang ayamnya jatuh duluan, akan kalah. Sudah bisa tahu faedahnya permainan ini dimana? Saya juga tidak paham sih. Tapi benar-benar menguji kesabaran.


Untuk bagian satu, seperti itulah sepuluh permainan tradisional yang sezaman dengan saya. Tidak mewah, tidak makan kuota, tapi cukup untuk melatih fisik dan mental kita saat itu. Meski begitu, permainan ini seringkali tidak punya aturan yang pasti. Karena aturan bisa saja berubah asal bisa paling kencang saja suaranya saat protes. Kan tidak ada wasit. Di samping itu juga, permainan ini tidak punya batas waktu bermain. Namun biasanya semua sepakat kalau adzan maghrib adalah batas paling akhir permainan.


Baca juga: Manfaat Kaudawa untuk Orang Buton: dari Masker hingga Bikin Waras Orang Mabo


Nampaknya memang dan ini juga sudah terbukti, bahwa permainan yang tersedia di gadget kita bisa mengganggu kondisi fisik juga mental. Makanya mencoba permainan tradisional setidaknya bisa menjadi penyembuh luka depresi. Karena tak ada perasaan yang dimainkan di sana, apalagi rasa yang digantung. Duhhh...


Ayuk, siapa yang mau “buru kalanya”? Rampas tada! Lanjut di tulisan bagian dua ya. 


Penulis: Mas_Arya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages