Andaikan dulu tidak ada ulama, maka kepada siapa Sukarno meminta fatwa untuk berjuang mengusir "Belanda". Kini peran ulama tergilas oleh zaman. Kalah tenar dengan politikus negeri yang rakus jabatan. Bahkan perannya dalam sejarah mulai terlupakan.
Hampir anak-anak kita jika ditanya tentang cita-cita, maka sebagian besar menjawab ingin menjadi insinyur, pilot, polisi, dan sebagainya. Sedikit di antara mereka bercita-cita ingin menjadi ulama (ahli Qur'an, fiqh,dll). Mungkin perspektif ulama tidak begitu menjanjikan, sebab hanya dikenal sebagai guru ngaji di saung-saung dan TPQ.
Hari ini menjadi bukti bahwa meninggalnya ulama, jauh lebih tenar daripada para artis dan boy band Korea manapun. Mungkin karena kebaikan ulama dan perannya yang begitu besar sehingga perginya dirindukan dan ditangisi. Menjadi bukti, bahwa seorang "ulama" hakikatnya tidak pernah mati.
Sejatinya kita tidak boleh menganggap kematian para ulama adalah hal biasa-biasa saja. Karena jika ilmu telah diangkat (baca: dengan wafatnya ulama), maka kebodohan akan merakyat. Saat itu kita tinggal menunggu kapan datangnya hari Kiamat.
Mari membaca tanda alam.
Agar kita semakin dekat kepada Tuhan yang Maha A'lam.
Penulis: Safar Yahya (Dosen dan founder Kedai Ilmu)
Sumber foto: Google
Ya dengan wafatx beberapa Tokoh Agama dan Ulama ahir2 ini bena2 kita sangat kehilangan figur dan penasehat yabg senantiasa memberi peingatan dan segudang ilmu untuk menambah wawasan pengehuan agama yg kita amalkan agar kita bisa merai kebahagian dan keselamatanfiddunya walaakhirahðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
BalasHapus