Vaksin telah tiba,
hatiku gembira
Ada mi vaksin, Bosku. Sinovac namanya. Vaksin ini sudah mendapatkan label halal dari Majelis Ulama Indonesia dan sudah diterbitkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization dari Balai POM dengan tingkat efikasi 65,3%. Angka ini sudah sesuai dengan persyaratan WHO di mana minimal efikasi vaksin adalah 50%. Nah, karena sudah ada izin halal dan izin edar maka Rabu kemarin (13/1/2021), Pak Presiden Jokowi menjadi orang pertama yang mendapatkan suntikan vaksin Sinovac.
Lantas, pada proses pelaksanaan vaksinasi Covid-19 kemarin, ada cerita menarik di saat Pak dokter melakukan proses penyuntikan vaksin di lengan kiri Jokowi. Jika diperhatikan secara saksama, tangan Pak dokter tampak rengku (gemetar) saat menunaikan tugasnya. Yaitu saat dirinya mengoleskan alkohol ke lengan Pak Jokowi, kemudian saat memegang suntikan sebelum memasukkan vaksin, dan juga masih tampak rengku saat tindakan terakhir saat mengoleskan alkohol dan menempelkan handyplas untuk menutup bekas suntikan.
Sebenarnya, hal yang wajar sih kalau Pak Dokter itu rengku. Ini hal pertama kali loh. Ko tahu mi dank bagaimana kesan yang dirasakan ketika melakukan sesuatu untuk pertama kali? Kalau bukan kikuk or kaku seumpama kanebo kering di sadel motor, ya pasti ada rengku-rengkunya lah! Apalagi kalau kasusnya seperti Pak dokter. Presiden yang disuntik ini, Bosku. Bisa gawat kalau terjadi kesalahan teknis.
Tapi, toh Pak Dokter berhasil menyelesaikan tugasnya.
Cerita Pak Dokter di atas relate ketika saya menengok ke belakang. Saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Ceritanya begini. Di tengah proses belajar mengajar, tak sengaja saya mengintip dari sela-sela gorden jendela kelas. Saya melihat ada mobil berwarna putih tiba dan berhenti di depan sekolah. Rupanya kami kedatangan tamu. Tidak lain, tidak bukan, mereka adalah tenaga kesehatan dari puskesmas untuk melakukan penyuntikan imunisasi. Tamu yang tak kami harapkan.
Taraaa!
Pastinya sudah kebayang kan bagaimana suasana hati saya dan murid-murid lainnya. Kepanikan dan kecemasan merebak di seantero kelas. Saya tidak mau bercerita banyak tentang bagaimana La Aco Pirang langsung pura-pura pingsan. Wa Dewi yang menangis minta pulang. Atau, La Hamsir yang tetap cool, berlagak siap menghadapi suntikan meski wajah, tangan dan celananya sudah basah. Namun, di tengah kerengku-rengkuan itu, kami sekelas tegar menghadapi kenyataan.
Ada satu hal yang menguatkan sekaligus meyakinkan kami. Mau tahu rahasianya? Hal itu bukanlah penjelasan Pak menteri tentang efek dari imunisasi nantinya yang akan membebaskan kami dari polio, campak, atau tetanus. Bukan juga sebab iming-iming hadiah dari ibu guru seperti: "Yang sudah suntik, Bu Guru kasih hadiah makan tuli-tulinya Mamanya Ade."
No, thats not.
Hal yang membuat kami bergeming dan takluk adalah, sebuah pernyataan sederhana yang punya kekuatan magis: "Tidak sakit, Nak. Rasanya seperti digigit semut."
Dari kisah Pak dokter dan teman-teman SD saya tadi, saya mengingat sebuah pesan dari seorang sahabat yang harus dijadikan pegangan wal khusus untuk orang-orang yang kerap menemui kerengkuan dalam mengambil sebuah tindakan:
"Keberanian mesti dilantik, kawan."
Are you ready for Vaksin?
Penulis : Om Ven
Tidak ada komentar:
Posting Komentar