Bertanyalah saya pada emaknya, "Dia sakit itu Wa Cinta?"
"Io kasian ee, sudah empat hari mi."
"Sudah dibawa di dokter?" tanyaku lagi sebagai bentuk basa-basi karena bosan menunggu ina-ina pemilik warung.
"Sudah mi kemarin di puskesmas, tidak juga sembuh. Sebentar malam saya bawa saja di Pantai Kamali main skuter," kata emaknya. "Toh Cinta? Kita pergi sama bapak, toh?" kata emaknya lagi meminta persetujuan anaknya.
Anaknya yang sejak tadi berada di gendongan terlihat senyum semringah. Matanya yang tadi sayu, langsung berbinar. Seolah Pantai Kamali merupakan tempat yang dia idam-idamkan.
Melihat itu saya teringat masa kecil alias masa kosopu-sopu dulu. Sekitar tahun 2008. Saat itu saya dan sepupu saya sedang sakit cacar. Setiap hari kami selalu merengek. Bukan karena sakit, tapi karena mau dijalan-jalankan ke Pantai Kamali supaya sembuh. Pernah juga saya demam dan tidak mau minum obat. Pokoknya harus ke Pantai Kamali lihat patung naga yang matanya menyala!
Daripada melihat saya merengek terus, akhirnya orang tua saya mengalah. Sebelum pergi, saya diminta minum obat. Biasanya Ampicilin atau Antalgin yang dibeli di warung ina-ina (dulu obat-obatan masih bebas dijual di warung-warung), makan bubur, minum teh hangat lalu pergi ke Pantai Kamali. Di sana saya hanya memandangi mata naga yang berwarna merah, air yang jatuh dari lidahnya seperti liur, juga menonton kaset yang diputar oleh pemilik toko. Setelah itu, singgah beli Terang Bulan lalu pulang. Insyaa Allah, esoknya saya akan sehat wal afiat, bahkan saya sudah bisa main bente atau ase lagi.
Kekuatan Pantai Kamali saat saya masih kecil memang sangat besar. Tidak perlu dokter atau orang pintar, mata merah Patung Naga di Pantai Kamali sudah bisa jadi obat ampuh. Ahh, senang sekali berada di masa itu. Rupanya masih ada anak-anak di zaman ini yang menjadikan Pantai Kamali sebagi obat ampuh sakit demam.
Rasanya ingin sekali mengulang kisah, soalnya waktu kecil saya tidak pernah merasakan kenikmatan naik odong-odong di Pantai Kamali. Mau coba sekarang tapi malah disiloki sama abang-abangnya.
"Beli apa tadi ana?" pertanyaan ina-ina pemilik warung menyadarkan saya dari lamunan.
"Anu, Ina. Balsem sama gula-gula mentoz lima ratus."
"Ooh, tunggu anaee, saya pake baju dulu."
Laa Ilahailallah. Rupanya sejak tadi saya menunggu ina-ina itu mandi. Dan sekarang, harus tunggu lagi dia pake baju. Setelah ini apalagi?
Warung ina-ina memang beda!
Penulis: Risma Yani N
Ketgam: Pantai Kamali/detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar